Jakarta ANTARA News - Pemerintah harus memitigasi bencana tsunami untuk wilayah-wilayah yang rawan terdampak seperti di pesisir selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, kata pakar geologi dari Brigham Young University Ron Harris. Harris dalam diskusi tentang mitigasi bencana tsunami di Jakarta, Jumat, memaparkan mitigasi bisa dilakukan dengan penyediaan sarana dan prasarana evakuasi dan edukasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. "Mengapa tsunami di Aceh memakan banyak korban? Masalahnya komunikasi, tidak ada orang di Aceh yang tahu tentang tsunami," kata Harris. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun, Harris menyimpulkan prakiraan potensi terjadinya gempa berkekuatan di atas 9 skala Richter yang bisa menimbulkan tsunami yang sama seperti yang terjadi di Aceh pada 2004 bisa terulang di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. "Apa kita mau korban tsunami di Aceh terjadi lagi di Pulau Jawa?" kata Harris. Oleh karena itu dia menekankan pentingnya pemerintah melakukan mitigasi di daerah rawan seperti Pelabuhan Ratu dan Pangandaran Jawa Barat, Cilacap, Pacitan Jawa Timur, Denpasar dan Nusa Dua Bali, Lombok dan Sumba Nusa Tenggara Barat, pesisir selatan Pulau Timor, dan Waingapu Nusa Tenggara Timur. Harris menjelaskan potensi terjadinya gempa besar yang mengakibatkan tsunami dengan rumusan "20-20-20", yakni 20 detik lamanya gempa bumi untuk identifikasi potensi adanya tsunami, 20 menit jarak tempuh gelombang ke bibir pantai yang berarti waktu untuk evakuasi, dan 20 meter tinggi gelombang yang artinya masyarakat harus mencari tempat di ketinggian 20 meter untuk evakuasi. Dengan kategori seperti itu dan kondisi yang ada saat ini, wilayah yang paling berbahaya adalah Denpasar dan Nusa Dua Bali. "500 ribu orang tinggal di sana, 500 ribu orang yang berkunjung, satu juta orang ada di sana. Tidak ada tempat setinggi 20 meter dan harus evakuasi dalam 20 menit," ujar Harris. Berdasarkan simulasi model tsunami untuk wilayah selatan Bali, kawasan wisata di Denpasar dan Nusa Dua hampir dipastikan tenggelam oleh gelombang tsunami karena wilayahnya yang dekat sekali dengan air dan tak ada bangunan atau dataran tinggi. Oleh karena itu Harris berharap pemerintah Indonesia segera membuat rencana evakuasi secara matang, tidak hanya untuk Bali namun seluruh wilayah rawan Aditya RamadhanEditor Tasrief Tarmizi COPYRIGHT © ANTARA 2017
penyiapan strategi mitigasi sesuai dengan kearifan lokal harus dilakukanJakarta ANTARA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG telah mengantisipasi potensi kejadian tsunami dengan membangun sistem peringatan dini, namun belum dapat sepenuhnya menjamin keberhasilan upaya pencegahan jatuhnya korban jiwa tanpa kesiapan masyarakat, maka edukasi harus terus berlanjut. "Masih sangat diperlukan kesungguhan Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat bersama-sama Pemerintah Pusat untuk melakukan berbagai langkah kesiapan pencegahan bencana," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa. Menurut dia, langkah tersebut harus didasarkan pada edukasi masyarakat agar mampu melakukan perlindungan dan penyelamatan diri terhadap bencana gempa bumi dan tsunami, juga merespon peringatan dini secara cepat dan tepat. Edukasi salah satunya dapat dilakukan melalui media massa secara tepat, untuk meningkatkan kewaspadaan tanpa menimbulkan kepanikan. Baca juga Memahami gempa megathrust dan risikonya Baca juga BMKG Segmen megathrust Nias-Simeulue miliki magnitudo tertarget 8,7 Guna mencegah kepanikan masyarakat seperti yang terjadi beberapa hari terakhir, dengan pemberitaan media mengenai hasil kajian peneliti ITB tentang potensi tsunami hingga 20 meter di wilayah selatan Jawa akibat gempa megathrust. Selain itu, kesiapan pemerintah daerah juga sangat penting dalam menyediakan sarana dan prasarana evakuasi, peta rawan bahaya gempa bumi dan tsunami, jalur dan tempat evakuasi serta melaksanakan gladi evakuasi secara rutin. Pemerintah juga perlu menerapkan standar bangunan tahan gempa bumi dan tsunami terutama untuk bangunan publik dan bangunan vital, melaksanakan audit bangunan yang diikuti dengan upaya memperkuat konstruksi bangunan agar benar-benar tahan terhadap gempa dan tsunami. Serta dalam menerapkan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan menegakkan aturan secara ketat agar masyarakat dan seluruh pihak benar-benar mematuhi seluruh langkah upaya mitigasi. "Langkah-langkah penyiapan strategi mitigasi yang sesuai dengan kearifan lokal saat ini harus benar-benar dilakukan, diuji dan ditingkatkan," tambah dia. Hal itu sesuai dengan amanah Undang-undang no. 24/ tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Presiden no 93/ tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami. Baca juga Benarkah gempa Lombok sebabkan "megathrust" Pulau Jawa dalam waktu dekat? Baca juga BMKG Kerentanan gempa di Indonesia harus diterimaPewarta Desi PurnamawatiEditor Zita Meirina COPYRIGHT © ANTARA 2020
KBRNLhokseumawe : Peringatan mega musibah tsunami yang digelar setiap tahun adalah salah satu upaya Pemerintah Aceh, untuk mengedukasi generasi penerus bangsa, untuk selalu siaga dan tangguh bencana, karena sebagaimana diketahui, Indonesia, khususnya Aceh adalah daerah yang berada dalam kawasan cincin BANDA ACEH – Peringatan mega musibah tsunami yang digelar setiap tahun adalah salah satu upaya Pemerintah Aceh, untuk mengedukasi generasi penerus bangsa, untuk selalu siaga dan tangguh bencana, karena sebagaimana diketahui, Indonesia, khususnya Aceh adalah daerah yang berada dalam kawasan cincin api dunia. Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah, kepada awak media usai menyampaikan sambutan pada acara puncak peringatan 17 tahun tsunami Aceh, yang tahun ini di pusatkan di Lapangan Parkir Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Minggu 26/12/2021. Dalam kesempatan tersebut, Gubernur juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersyukur, karena pandemi covid-19 trendnya sudah melandai, sehingga peringatan tsunami bisa digelar seperti hari ini. “Alhamdulillah, kita tentu harus bersyukur karena pandemi covid-19 saat ini tren nya melandai, sehingga kita dapat menggelar peringatan tsunami seperti hari ini. Namun, kewaspadaan tetap harus kita kedepankan dengan selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari,” kata Nova. Gubernur menjelaskan, edukasi tetap menjadi poin utama dalam setiap peringatan tsunami. Selain itu, secara keilmuan kita harus sadar terhadap fenomena alam dan mengajarkannya kepada anak cucu. “Karena mencegah bencana alam tentu tidak bisa, tapi mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana alam tentu bisa. Nah hal inilah yang menjadi inti dalam setiap peringatan tsunami. Selain itu, kita juga ingin menjadikan tsunami ini sebagai pariwisata scientifik, pariwisata sejarah dan pariwisata fisik alam sebagai pelajaran penanggulangan fenomena alam kepada anak cucu,” kata Nova. Sementara itu, dalam sambutannya pada puncak peringatan 17 tahun tsunami Aceh tahun 2021, Nova mengajak seluruh masyarakat Aceh untuk menjadikan momentum peringatan tsunami sebagai sarana untuk muhasabah diri. “Tidak terasa, tujuh belas tahun sudah kita memperingati musibah Gempa dahsyat dan Tsunami, yang terjadi 26 Desember 2004 lalu. Setiap tahun, sebagaimana pada hari ini, kita kembali bertafakur, menundukkan kepala, melakukan refleksi, berdzikir, mengirimkan doa-doa terbaik kepada para syuhada yang telah mendahului kita,” kata Nova. Gubernur mengajak semua pihak untuk menjadikan momentum peringatan tsunami sebagai sarana untuk meyakinkan masyarakat, dan mengedukasi generasi muda, agar semakin memahami makna “Siaga Bencana, Tangguh Bersama.” “Tsunami 17 tahun lalu tentu tidak kita sangka-sangka. Musibah ini telah membuka mata banyak pihak untuk terus mencari cara agar kita makin giat mengedukasi generasi penerus untuk bersiaga atas bencana yang mungkin timbul. Ikhtiar ini tak mungkin dilakukan hanya oleh Pemerintah saja. Kita harus siap berkolaborasi dan bersama-sama melakukan yang mungkin kita perbuat, sesuai keahlian dan kemampuan masing-masing,” imbau Nova. Selain itu, sambung Gubernur, sebagai makhluk beragama, maka bila ada tantangan yang mungkin menghadang, kita semua , tentu akan mencari solusi agar tangguh menghadapinya dengan memohon pertolongan Allah. “Insya Allah, kegiatan dzikir dan do’a bersama, ziarah, tausiyah, santunan anak yatim, serta kegiatan pendukung lainnya pada peringatan kali ini, semakin menguatkan kita untuk senantiasa bersyukur dan terus bergerak maju ke masa depan Aceh yang lebih baik. Aceh hebat yang semakin damai dan sejahtera,” kata Nova. Dalam sambutannya, Gubernur juga mengajak masyarakat Aceh untuk mengenang kembali jasa serta keterlibatan warga dunia terhadap upaya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami. “Kita tentu harus berterima kasih dan mengingat bagaimana saudara-saudara kita, pemerintah dan masyarakat berbagai suku bangsa di nusantara serta komunitas internasional, segera turun tangan meringankan beban derita kita 17 tahun silam. Terlalu banyak bila kita sebut di sini nama individu, perusahaan, organisasi masyarakat dan persona sejagat dari berbagai benua, yang telah membantu kita,” kata Nova. “Kita semua tentu yakin, bahwa mereka paham, bagaimana kita sangat berterima kasih dan senantiasa mengingat segala kebaikan mereka. Dan kita pun dengan tulus mendoakan agar mereka senantiasa di lindungi Allah dan menerima imbalan setimpal, sesuai amal dan perbuatannya,” sambung Gubernur. Untuk diketahui bersama, pasca tsunami setidaknya ada 53 negara yang telah berkontribusi pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh selepas bencana. Sebagai bentuk terima kasih kepada lembaga dan negara donor, Pemerintah dan masyarakat Aceh memberikan apresiasi kepada negara-negara tersebut yang secara simbolik diabadikan dalam bentuk monumen “thanks to the world” dan prasasti “thank you and peace” yang mencantumkan nama dan bendera negara, serta ekspresi rasa syukur dalam bahasa masing-masing negara bersangkutan. Gubernur mengajak masyarakat untuk menjaga Monumen yang berada di sepanjang “jogging track” Lapangan Blang Padang, Banda Aceh itu, sebagai salah satu wujud terima kasih masyarakat Aceh pada masyarakat dunia yang telah membantu masyarakat Aceh bangkit. Nova juga mengingatkan, sama seperti tahun lalu, peringatan tsunami tahun ini masih dilaksanakan dengan protokol kesehatan secara ketat berbasis Cleanliness, Health, Safety, Environment CHSE melalui prinsip 6 M yaitu menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas dan menghindari makan bersama. “Sesuai arahan Pak Presiden, dengan ditemukannya varian baru Omicron di Jakarta pada 16 Desember lalu, kita harus lebih meningkatkan lagi kewaspadaan. Karena, bukan tidak mungkin varian yang disebut-sebut jauh lebih mudah menyebar itu, akan menemukan jalan untuk masuk ke Aceh. Nauzubillahi minzalik,” kata Nova. Tetap Waspada, Siaga dan Tangguh Bencana Dalam kesempatan tersebut, Gubernur juga mengingatkan, bahwa hal terpenting dari seluruh rangkaian acara peringatan 17 tahun tsunami adalah perlunya semua pihak untuk memetik hikmah atas musibah yang telah lalu. Dan, dengan penuh kesadaran senantiasa bersiap siaga atas segala risiko bencana yang mungkin terjadi. “Selayaknya tetap kita simpan dalam kesadaran dan ingatan, bahwa negeri kita berada di Jalur Cincin Api dunia. Nanggroe Aceh yang bertuah ini, berada di depan sebuah megathrust atau patahan raksasa aktif, yang setiap saat dapat saja bergerak dan menimbulkan bencana,” ujar Nova mengingatkan. Karena itu, sambung Nova, dibutuhkan kolaborasi, bersama-sama bekerja, saling topang dalam semua ikhtiar terbaik bagi kemajuan masyarakat dan negeri. “Dengan keterlibatan semua pihak, kita akan dapat membantu masyarakat untuk bangkit dan berdaya. Kita akan selalu siaga menghadapi risiko bencana, menjadi tangguh bersama-sama,” pungkas Nova. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, didampingi Istri Dyah Erti Idawati memberikan santunan kepada anak yatim pada acara puncak peringatan 17 tahun tsunami Aceh di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, Minggu 26/12/2021. Dalam kegiatan yang juga dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani dan sejumlah anggota DPR RI serta unsur Forkopimda Aceh itu, Gubernur didampingi Istri Dyah Erti Idawati juga menyerahkan santunan kepada 60 orang anak yatim, yang secara simbolis diserahkan kepada 17 anak yatim, sebagai simbol pengingat 17 tahun tsunami. Peringatan 17 tahun tsunami Aceh juga diisi dengan Tausyiah singkat dari penceramah sekaligus ahli geologi Ustadz Faizal Andriansyah. Dalam Tausyiahnya, Ustadz Faizal menyampaikan sejumlah kejadian dan fenomena alam yang mungkin terjadi, khususnya di nusantara yang berada pada jalur cincin api dunia. “Upaya mengedukasi masyarakat dan generasi penerus adalah sebuah keharusan, karena hanya dengan pemahamanlah masyarakat dapat meminimalisir risiko bencana,” ujar Ustadz Faizal. Ustadz Faizal juga sempat mengutip Surat Al Fiil. Ustadz Faizal mengungkapkan, surat ini menggambarkan bagaimana Allah memberi pelajaran dan gambaran kepada Rasulullah, tentang kondisi kota Mekah pada masa kelahiran Rasulullah. arf Sumber . 450 298 73 226 358 49 118 33